Apresiasi Atas Responsif Kadis Sosial Kota Bima Terhadap Badut Area Traffic Light
![]() |
Penulis Munir Husen (Dosen Universitas Muhammadiyah Bima) |
Badut jalanan di Kota Bima terbilang hal baru, aktivitasnya di jalan utama dan jalan-jalan lainnya yang ada traffic light. Menyapa pengendara disaat lampu warna merah, momentum ini digunakan Badut jalanan dalam upaya menarik simpati pengendara.
Interaksinya membangun relasi dengan menampilkan suasana gembira tanpa beban, terlihat tingkah lakunya menghibur pengedara. Kedipan detik lampu merah mampu mendapatkan uang dari pengendara.
Saat ini, Badut jalanan menjadi perhatian Pemkot Bima, perlu ditertibkan dengan bingkai peraturan perundang-undangan yang berlaku, sebagai payung hukum dalam melaksanakan tugas.
Aktivitas Badut jalanan, melanggar ketertiban umum dan ketentraman masyarakat. Sangat beresiko dan rentan kecelakaan. Dinas Sosial merasa perlu mengantisipasi melalui langkah preventif dan edukatif terhadap Badut jalanan.
Badut jalanan di Kota Bima, menjadi perhatian Yuliana S.sos selaku Kadis Sosial Kota Bima. Hal ini bukan tanpa alasan, disamping mengganggu ketertiban dan keamanan, juga menjadi kewenangan Dinas Sosial.
Fenomena Badut jalanan menjadi perhatian Kadis Sosial Kota Bima, perlu diapresaisi. Dinas Sosial menangani semua penyakit sosial secara ekplisit diatur UU No. 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial, dan Perda No. 7 Tahun 2015 Tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat.
Terobosan Kadis Sosial Kota Bima menjadi tolok ukur kinerja dinas yang dipimpinnya, peduli dengan fenomena sosial, memiliki rasa tanggung jawab terhadap tugas dan fungsinya. Menyelesaikan penyakit sosial untuk diberi pembinaan maupun upaya lain.
Jika Dinas Sosial tidak mengambil langkah antisipasi terhadap Badut jalanan, bisa dibayangkan akan melahirkan seribu Badut. Akhirnya sulit untuk ditertibkan. Penertiban oleh Dinas Sosial sebatas tugas dan fungsi untuk meminimalisir terjadinya jumlah badut yang lebih besar.
Jika merujuk Perda Nomor 7 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketentraman masyarakat, pada ketentuan umum di Pasal 1 angka 7 dan angka 8 . Angka 7 masalah pengemis sedangkan angka 8 menyangkut anak jalanan. Include dengan tugas dan wewenang Dinas Sosial.
Dinas Sosial memiliki dua regulasi, UU No 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan sosial sebagai Lex Specialis Derogat Legi Generale, sedangkan Perda Nomor 7 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum Dan Ketentraman Masyarakat.
Hal ini perlu diperjelas tugas dan kewenangan dua organisasi perangkat daerah Kota Bima, bahkan ada media dengan judul “Salah Tempat Dinas Sosial Kota Bima Menertibkan Badut”. Kewenangan perlu didudukkan secara proporsional. Hanya Dinas Sosial yang action terhadap Badut jalanan.
Dinas Sosial dan Satuan Polisi Pamong Praja Pemeritah Kota Bima, perlu ada koordinasi lintas OPD didalam implementasi Perda Nomor 7 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat.
Tidak ada yang tumpang tindih tugas dan kewenangan Dinas Sosial dan Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bima. Ketertiban itu ditafsirkan lebih fleksibel, tidak kaku, seakan Perda Nomor 7 Tahun 2015 hanya Domien Sat PP Praja.
Penafsiran kata tertib itu tidak selamanya dimaknai dengan eksekusi oleh Sat Pol PP, selama Dinas Sosial diatur dalam Perda No 7 Tahun 2015 sesuai kewenangannya boleh melakukan ketertiban dengan cara memberi edukasi kepada badut jalanan.
Wallahu A'lam Bishawab
Tidak ada komentar
Posting Komentar