• Breaking News

    Mendayagunakan Potensi Mewujudkan Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan di Kota Bima

    Penulis : Fajrin Hardinandar 
    (Mahasiswa Magister Ilmu Ekonomi Universitas Diponegoro)

    Pembagunan merupakan suatu proses dinamis untuk mencapai kesejahteraan, dimana segala sumber daya dimanfaatkan untuk mencapai goals dari perencanaan pembangunan, oleh sebab itu pembangunan merupakan agenda pusat maupun daerah. 

    Secara teoritis pembangunan ekonomi dapat dilakukan dengan menggunakan dua pendekatan umum, yang pertama pendekatan sektoral dan kedua pendekatan keruangan (spasial). Kedua pendekatan ini dapat dijadikan sebagai pijakan dasar dalam menentukan arah kebijakan pembangunan ekonomi regional, tentunya dengan menganalisis potensi yang ada pada daerah tersebut. Harapannya dengan mendayagunakan potensi yang ada akan memacu pertumbuhan ekonomi, meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat, mengurangi ketimpangan distribusi pendapatan dan menekan angka kemiskinan. 

    Kaitannya dengan hal tersebut, Kota Bima memiliki potensi untuk tumbuh lebih baik melalui pemanfaatan potensi yang dimiliki. Tahun 2017 lalu tercatat laju pertumbuhan ekonomi Kota Bima mencapai angka 6,76 %, angka tersebut lebih tinggi dibanding tahun sebelumnya, dimana pada tahun 2015 hanya sebesar 5,75 dan pada tahun 2016 sebesar 5,80 %. 

    Pertumbuhan ekonomi Kota Bima tentunya dipicu oleh meningkatnya PDRB Kota Bima atas dasar harga konstan yang sebagian besar disumbang oleh sektor perdagangan sebesar 24,14 % lalu diikuti oleh sektor jasa-jasa lainnya seperti akomodasi dan makan minum, real estate, jasa kesehatan sosial dan lainnya sebesar 23, 07 persen, lalu  diikuti oleh sektor perdagangan, kemudian sektor pertanian 13,54 % dan pemerintahan 12,19 % (Kota Bima Dalam Angka 2017). 

    Jika mengacu kepada pendekatan sektoral, maka dalam upaya pembangunan ekonomi perlu dipertimbangan sektor-sektor basis dengan pertumbuhan yang pesat serta dengan kemampuan penyerapan tenaga kerja yang tinggi. Hampir sebagian besar masyarakat Kota Bima bekerja pada sektor tersier, tercatat pada tahun 2017 sektor yang menyerap hampir 25.654 tanaga kerja dari jumlah total angkatan kerja adalah sektor jasa kemasyarakatan dan sosial, kemudian disusul oleh sektor perdagangan besar dan eceran, rumah makan dan hotel sebesar 18.314 tenaga kerja. 

    Berdasarkan analisis kami menggunakan metode Location Quetient, dan shift share terlihat dengan jelas sejak tahun 2013 hingga 2017 kontribusi terbesar PDRB Kota Bima diberikan oleh sektor tersier (jasa) dan sebagian sektor sekunder seperti listrik dan gas juga konstruksi. Sementara dengan menggunakan analisis tipologi klassen diketahui bahwa rata-rata pertumbuhan dan kontribusi PDRB pada setiap sektor masih berada pada kategori tertinggal jika dibandingkan dengan rata-rata Provinsi NTB, oleh sebab itu perlu upaya kolektif berbasis data dan teori serta prose manajemen yang matang untuk mewujudkan pembangunan ekonomi berkelanjutan di Kota Bima. 

    Namun beberapa waktu lalu dalam salah satu agenda pembahasan RAPBD 2018, dicangkan sekitar Rp 1,3 miliyar dana akan dialokasikan pada pos belanja honorarium. Hal ini memang menjadi janji wali kota dan wakil wali kota dalam pergulatan pemilu agustus lalu, dan sekarang sedang dalam proses implementasi. Namun pos belanja tersebut sama sekali tidak ada relevansinya dengan peningkatan pertumbuhan ekonomi, jika pun ada maka elastisitasnya terhadap pertumbuhan ekonomi sangat kecil, karena pos anggaran honorarium tersebut tidak seperti bantuan modal UMKM yang langsung ditujukan kepada sektor yang ingin dikembangan, dampaknya pun bersifat langsung. Pos anggaran yang masuk dalam belanja pegawai tersebut secara teoritis dan empiris hanya akan meningkatkan daya beli masyarakat (increasing marginal propensity to consume), namun disisi lain tidak akan menciptakan kesempatan kerja, apalagi untuk mewujudkan pembangunan ekonomi berkelanjutan. 

    Kebijakan-kebijakan populis mungkin akan berdampak baik bagi pertumbuhan ekonomi dalam jangka pendek, oleh karena daya beli masyarakat meningkat. Namun dalam jangka panjang akan terjadi diminishing retutn to scale dimana pendapat per kapita masyarakat akan tergerus oleh beberapa faktor makro akibat kebijakan-kebijakan jangka pendek yang tidak menyentuh substansi kehidupan rakyat. Oleh sebab itu sektor-sektor potensial perlu diperhatikan guna dimanfaatkan untuk memacu sustainable development. 

    Alokasi anggaran belanja daerah harusnya lebih fokus kepada pengembangan sektor potensial dengan menganalisis pertumbuhannya dan penyerapannya terhadap tenaga kerja. Selain itu dapat dilihat permintaan akhir pada sektor tertentu yang memiliki multiplier effect besar yang dapat memacu pertumbuhan sektor-sektor lain. Misalnya sektor UMKM atau perdagangan yagn memiliki kontrbusi besar terhadap PDRB Kota Bima, sebagai contoh, dalam proses produksinya, tentu UMKM membutuhkan bahan baku dari sektor pertanian perikanan dan kehutanan, juga transportasi sebagai jasa angkutan, sektor akomodasi dan makan minum sebagai distribusi akhir dari sektor UMKM. Melalui rantai tersebut dapat kita interpretasikan, jika terjadi peningkatan permintaan akhir pada sektor UMKM maka akan meninkatkan permintaaan pada sektor-sektor lainnya, efek ini biasa disebut multiplier effect. 

    Pada akhirnya akan terjadi akumulasi pertumuhan ekonomi, pertumbuhan ekonomi yang tinggi akan menciptakan lapangan pekerjaan dan meberikan gairah investasi, meningkatkan pendapatan per kapita dan mengurangi angka kemiskinan. Proses ini akan terus berkelanjutan, inilah yang dimaksud dengan pembangunan ekonomi berkelanjutan dengan memanfaatkan potensi yang  ada dengan sebaik-baiknya. (*)