• Breaking News

    Kemesraan Janganlah Cepat Berlalu

    Munir Husen
    (Dosen STIH Muhammaadiyah Bima)

    Mencermati pemberitaan beberapa Media, terkait dengan pernyataan salah anggota DPRD Kota Bima Bapak Samsuddin  tentang “PERAN WAKIL WALI KOTA BIMA TIDAK DIFUNGSIKAN MAKSIMAL”, Kahaba 31 Agustus 2020. Dan tanggal 2 September dibantah oleh Kabag Humas Pemkot Bima, hal ini sangat menarik dikaji dari sudut pandang akademis. Penulis tidak pada kapasitas pro dan kontra, dunia akdemis adalah dunia bebas nilai terhadap fenomena kehidupan bernegara untuk dikaji dalam pandangan akademis, yang dijamin oleh undang-undang. Dinamika hubungan Kepala Daerah wakil kepala daerah seperti cuaca, terkadang sejuk, terkadang juga panas tergantung sungguh keadaan, situasi, dan suhu politik masing-masing daerah yang ikut mempengaruhinya. 

    Persoalan hubungan kepala daerah dan wakil kepala daerah tidak bisa kita lihat hanya dari pemberitaan media semata, namun harus dilihat dari optic yang lebih luas dari pemberitaan yang ada apakah memang hubungan keduanya mesra atau pecah kongsi.  
    Pernyataan anggota DPRD adalah salah satu indikator bahwa gejala kearah tidak mesranya hubungan kepala daerah dan wakil kepala daerah. Pernyataan pejabat selevel anggota DPRD menjadi tolok ukur sebuah informasi yang bisa dipertanggugjwabkan. Sebab yang memberikan pernyataan itu adalah pejabat yang memiliki hubungan langsung dengan subyek yang menjadi pemberitaan, walaupun ada bantahan dari Kabag Humas Pemerintah Kota Bima.  Pernyataan Kabag Humas Kota Bima-pun tidak mengacu pada Undang-Undang Pemerintahan Daerah Nomor 15 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang terkait dengan tugas kepala daerah dan wakil kepala daerah, sangat abscur karena tidak menjelaskan secara detail oleh Kabag Humas Pemkot Bima apa yang menjadi pokok sorotan anggota DPRD Kota Bima. 

    Didalam undang-undang tersebut diatas sudah dibagi habis tinggal melaksanakan sesuai dengan kewenangan yang dimiliki oleh kepala daerah dan wakil kepala daerah. Regulasi didalam Undang-Undang Pemerintahan Daerah merupakan dasar bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah dalam melaksanakan tugas. Pernyataan anggota dewan-pun seharusnya berdasarkan rujukan hukum pada Undang-Undang Pemerintahan Daerah, sehingga tidak menimbulkan polemik, hal ini yang harus menjadi atensi anggota DPRD sebelum memberikan statemen kepada publik, buka semua peraturan perudang-undang yang terkait dengan pemerintahan daerah. Tunjukkan dimana titik fokus permasalahan dalam hukum pemerintahan daerah, agar permasalahan bisa dicarikan jalan keluar terbaik. Disitulah yang membedakan antara publik dan pejabat publik.

    Berikut ini akan dijabarkan tugas wali kota dan wakil wali kota sebagaimana tertuang dalam undang-undang pemerintahan daerah yaitu : Tugas Wali Kota, 1. Menyusun pelaksanaan Urusan Pemerintahan Kota; 2. Menyusun dan Mengajukan Rancangan Perda RPMJD kepada DPRD serta menyusun dan menetapkan RKPD; 3. Menyusun dan mengajukan rancangan Perda APBD, APBD-P, dan pertanggungjawaban APBD kepada DPRD; 4. Mewakili Daerahnya di dalam dan di luar pengadilan, dan dapat menunjuk kuasa hukumnya sesuai ketentuan perundang-undangan; Sedangkan tugas lain yang Melekat :1. Ketua FORKOMPIDA Kota; 2. Pemegang kekuasaan Pengelolaan Keuangan Daerah serta mewakili Pemerintah daerah dalam kepemilikan kekayaan daerah yang dipisahkan; 3. Ketua Kominda (Komunitas Intelijen Daerah). Sedangkan kewenangannya adalah : 1. Mengajukan Perda; 2. Menetapkan Perda yang telah mendapat persetujuan bersama DPRD; 3. Menetapkan Perkada dan Keputusan Wali Kota; 4. Mengambil tindakan tertentu dalam keadaan mendesak yang sangat dibutuhkan oleh daerah dan/atau masyarakat. 
    Sememtara tugas Wakil Wali Kota yakni : 1. Membantu Wali Kota dalam memimpinpelaksanaan Urusan Pemerintahan. 2. Mengkordinasikan kegiatan organisasi Perangkat Daerah (OPD) dan menindaklanjuti laporan dan/atau temuan hasil pengawasan; 3. Memantau dan mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan OPD; 4. Memberikan saran dan pertimbangan kepada wali kota; 5. Melaksanakan tugas dan wewenang Wali Kota apabila Wali Kota menjalani masa tahanan atau berhalangan sementara; 6. Melaksanakan tugas dan kewajiban pemerintahan lainnya yang diberikan oleh Wali Kota yang ditetapkan lewat Keputusan Wali Kota. sedangkan Tugas Lain yang melekat adalah : Ketua Badan Narkotika Kota (BNK); Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Kota. sedangkan yang terkait dengan Kedudukan Keuangan Wali Kota dan Wakil Wali Kota : 1. Diberikan gaji, yang terdiri dari gaji pokok, tunjangan jabatan dan tunjangan lainnya; 2. Disediakan rumah jabatan beserta perlengkapan dan anggaran pemerilharaan; 3. Disediakan kendaraan dinas; 4. Biaya rumah tangga; 5. Biaya pembelian invetaris rumah jabatan; 6. Biaya pemeliharaan Rumah Jabatan dan barang invebtaris; 7. Biaya pemeliharaan kendaraan Dinas; 8. Biaya pemeilharaan kesehatan melalui BPJS besrta anggota keluarga; 9. Biaya Perjalanan Dinas; 10. Biaya Pakain Dinas; 11. Biaya penunjang operasinal. 

    Dari aspek konstruksi hukum yang terkait dengan tugas dan wewenang kepala daerah dan wakil kepala daerah sudah diatur dengan jelas di dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pemerintahan Daerah Atas Perubahan Kedua Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan daerah. Karena semuanya jelas dan terbagi habis tugas dan fungsinya kepala daerah dan wakil kepala daerah. 

    Cahjo Kumolo Mantan Mendagri mengingatkan., wakil kepala daerah, tugasnya adalah membantu kepala daerah. Wakil, tetap wakil. Tidak bisa kemudian, meminta atau bahkan menekan kepala daerah agar diberi porsi kewenangan yang lebih. ”Kami ingatkan posisi wakil kepala daerah, wakil kepala daerah itu ya wakil, titik. Kami tidak ingin lagi, banyak daerah begitu dilantik, besoknya antara kepala daerah dan wakil bicara saja tidak,” tutur Tjahjo. (http://www.koran-jakarta.com/kepala-daerah-dan-wakilnya-cepat-pecah-kongsi/). 

    Di Indonesia sekitar 75 persen pasangan kepala daerah (Bupati dan Wakil Bupati/Wali Kota dan Wakil Wali Kota ataupun Gubernur dan wakil Gubernur) hubungan kerjanya tidak harmonis sehingga mempengaruhi kinerja pembangunan di daerah. Kepala daerah dan wakil kepala daerah. seharusnya solid dan sinergitas didalam melaksanakan roda pemerintahan. Subyektifitas person, kepentingan sesaat harus dihindari demi terwujudnya mewujudkan good governance dan clean govenrnance. 

    Ada beberapa yang menyebabkan hubungan kemesraan antara kepalda daerah dan wakil kepala daerah menjadi problem,berdasarkan hasil penelitian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) bahwa : pertama, karena adanya koalisi yang dibangun hanya atas dasar memperkuat dukungan poltik semata pada saat pilkada. Koalisi tidak dibangun atas dasar yang menjadi tujuan utama yaitu stabilitas pemerintahan, akbibatnya stabilitas pemerintahan tidak bertahan lama. Kedua, selama ini koalisi yang terbangun dilakukan oleh gabungan dua parpol atau lebih, gabungan dua etnik yang berbeda atau gabungan dua kelompok keragaman yang berbeda. Akibatnya, terjadi gesekan sedikit, langsung terlbat konflik. Ketiga, Tidak ada ketegasan soal pembagian kewenangan antara kepala daerh dan wakil kepala daerah dalam UU tentang pemerintahan Daerah sehingga keduanya saling menyerobot. Keempat, Terlalu dominannya Kepala Daerah dalam pengambilan keputusan, disisi lain tidak adanya kesadaran dari wakil kepala daerah tentang posisinya. Keduanya merasa sama-sama berjuang pada saat pilkada, sehingga menimbulkan keinginan menyamaratakan pembaigan “kue” terlebih pada pembagina proyek-proyek atau sederajat dalam pengambilan keputusan terlebih pada penempatan pejabat pada eslonisasi, dan pindah tugas PNS pendukung masing-masing. Kelima, Sangat kuat image, bahwa menjadi kepala daerah adalah semata sebagai sarana mempopulerkan diri. Ketika populer, sang wakil kepala daerah tak segan-segan menantang Kepala Daerah pada Pilkada berikutnya. (https://yusranlapananda.wordpress.com/2015/04/21/hubungan-kepala-daerah-dan-wakil-kepala-daerah-dari-kemesraan-kucari-jalan-terbaik-kucoba-bertahan-hargai-aku-sampai-dengan-mencari-alasan/). 

    Pengamat politik Universitas Parahiyangan Asep Warlan ada empat faktor utama kepala daerah dan wakil kepala daerah pecah kongsi. Pertama, penyebab terjadinya pecah kongsi akibat tidak adanya komitmen bersama untuk tidak membawa ambisi pribadi. mereka harus memperkuat komitmen bersama agar tidak membawa ambisi pribadi ke Pemerintahan. Kedua, tidak baiknya komunikasi antara kepala daerah dengan wakil kepala daerah  bisa terjadi jika ada pihak ketiga seperti parpol pengusung atau lainnya yang dilibatkan dalam pemerintahan. Sebab kehadiran parpol yang istilahnya minta jatah akan memperburuk roda pemerinthan. Ketiga, faktor birokrasi yang sudah terbangun di lingkungan pemerintahan juga dapat mempengaruhi komunikasi kepala daerah. Loyalitas pegawai yang tidak seimbang dengan pasangan kepala daerah juga akan mempengaruhi pecah kongsi. Kondisi ini pernah terjadi di beberapa daerah disaat sebagian pegawai lebih memilih dan patuh kepada salah satu pimpinan. “Birokrasi loyalnya kepada siapa. Ia bisa juga membuat pecah komunikasi. Ada kecemburuan dari masing-masng kepala daerah siapa yang lebih loyal papar Asrep. Terakhir, pecah kongsi terlihat jika kepala daerah akan maju kembali dalam ajang pilkada pada periode berikutnya. Ketika ini muncul semua dipastikan terjadi pecah kongsi antara kepala daerah dan wakil kepala daerah. 

    Kurang mesranya hubungan antara kepala daerah dan wakil kepala daerah akibat terjadi miskomunikasi yang tidak bagus antara keduanya, sehingga berakibat pada kinerja di lingkup pemerintahan daerah yang dipimpinnya. Ketidak mesraan hubungan kepala daerah dan wakilnya bisa dicarikan win win solution sepanjang kepala daerah dan wakil kepala daerah mau rembuk dan duduk bersama untuk bisa saling berbagi persoalan yang sebenarnya, tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan, sehingga tidak ada lagi dusta diantara kita. 
    Allah telah menjelaskan dalam Kitab suci yang termulia Al Qur’an bahwa setiap ada masalah pasti ada jawaban/jalan keluar, kecuali memang tidak ada niat baik untuk rekonsiliasi. Gigit dengan gigi geraham kemesraan itu agar kepercayaan masyarakat pada pemimpin itu semakin kuat. Jika keadaannya kurang harmonis akan terjadi hambatan terhadap semua aspek penyelenggaraan pemerintahan daerah, sehingga perlu soliditas pemimpin untuk bisa menjalankan tugas sebagai kepala daerah. 
    Jadi sebenarnya tidak ada yang sulit dalam kemesraan itu, selama pintu keterbukaan masing-masing dibuka selebar-lebarnya tidak hanya hanya melihat dari aspek politis semata melainkan lebih dari itu bagaimana kepercayaan rakyat dijaga karena rakyat terlanjur memberikan mandat kepada mereka. Hindari komunikasi dedlock agar kinerja pemerintahan akan maksimal dan daerah akan semakin maju dan maju terus. Mari kita contoh pada daerah-daerah lain yang selalu mesra sampai masa jabatan selesai bila perlu sambung lagi itulah yang terjadi pada Kepala daerah Jawa Timur Bapak Dr Soekarwao dan Bapak Saifullah yang tercatat pasangan yang bisa mesra dalam dua periode. 
    Wallahualam Bisyawab